My Coldest CEO

32| Kiss From Felia



32| Kiss From Felia

0Pagi hari gang tentu saja tidak sama seperti sebelumnya. Tidak ada pekerjaan rumah yang harus Felia lakukan layaknya saat ia masih bekerja untuk Sam di rumah lamanya itu, karena di mansion sebesar ini semua pekerjaan sudah di pegang oleh para maid yang profesional.     

Sudah mengenakkan kaos kebesaran milik Leo, ia menatap pantulan tubuhnya di cermin besar di dalam kamar yang saat ini ia tempati. Bukan norak atau apa, tapi desain yang terbentuk sangat cantik dan tentu saja sesuai dengan selera sang pemilik rumah yang bernotabene The Richest CEO.     

Perpaduan emas dan putih menjadi kebanggaan di rumah ini. Dan ya, ini adalah kamar yang waktu itu dirinya kunjungi untuk mengambil seluruh barang-barang milik Azrell yang tertinggal. Pandangannya jatuh ke bawah, ia melihat sandal berbulu berbentuk kelinci yang menjadi alas kakinya. Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja sebelum pulang, Bara mengetuk pintu kamarnya memberikan sepasang sandal yang lucu ini.     

"Sudah selesai mandinya?"     

Terkejut dengan suara bariton yang tiba-tiba saja menginterupsi suasana, Felia menaikkan kembali pandangannya lalu menatap Leo dari pantulan cermin yang saat ini berada di hadapannya.     

"Eh kenapa Tuan tidak mengetuk pintu terlebih dahulu? bagaimana kalau aku tadi belum berbusana?" tanyanya dengan kedua bola mata yang mengerjap lucu. Ia menatap Leo seolah-olah laki-laki itu ingin melakukan hal dewasa lagi dengan dirinya, tentu saja harus was-was!     

Leo menaikkan sebelah alisnya, lalu berdiri tepat di belakang wanita tersebut dan membalikkan tubuh mungilnya. "Memangnya kenapa? lagipula saya sudah melihat setiap inci keindahan yang ada di tubuh mu." jawabnya sambil tersenyum miring.     

Tentu saja mengingat tadi malam, mereka melakukan 'pemanasan' yang cukup lama karena Felia tidak bisa memuaskan Leo karena hal itu adalah kegiatan yang baru pertama kali ia lakukan. "Sudah Tuan, tidak perlu di bahas." cicitnya dengan kedua pipi yang sudah bersemu malu.     

"Siapa yang memancing? saya hanya bertanya saja, tidak menjerumus ke topik pembicaraan yang dewasa."     

"Tapi kan sama saja, Tuan!"     

"Apanya yang sama?"     

Melihat Leo yang sudah rapih dengan jas kantornya membuat penampilan sungguh tampan dengan jambul yang menambah kesan mempesona dan berwibawa dalam satu waktu. Felia menghembuskan napasnya, ia tidak boleh menjadi wanita dengan pikiran kotor hanya karena laki-laki yang kini berada di hadapannya telah mengajarinya berhubungan seksual.     

"Iya, aku sudah selesai. Silahkan kamu langsung berangkat kerja sana, dan aku tetap akan berada di kamar ini."     

"Bagaimana bisa, seharian, tanpa makan dan minum? apa begitu maksudmu?"     

Felia membelalakkan kedua bola matanya, lalu menggeleng dengan cepat. Tentu saja dia butuh makan dan minum, kalau tidak bagaimana energinya tercukupi pada hari ini? "Tentu saja iya, tapi aku tidak tahu harus melakukan apa selain itu." ucapnya sambil mengerucutkan bibir dengan sangat lucu.     

Leo menatap Felia, terkekeh kecil. "Lakukan saja semua hal yang ingin kamu inginkan. Menonton televisi, mungkin ingin pergi ke ruang gym, bahkan kamu bisa memakai kolam renang saya dengan bebas." ucapnya sambil mengulas sebuah senyuman manis. Baginya, siapapun orang yang berkunjung ke mansion miliknya --tentu saja dengan izin dan sudah diizinkan--, maka orang itu berhak mengakses fasilitas normal.     

"Tidak Tuan, terdengar tidak sopan."     

"Apanya yang tidak sopan sih, Fe?"     

"Iya, bagiku tidak sopan. Ini kan rumah mu, bagaimana bisa aku mengakses dengan mudah sedangkan kamu berada di luar, bekerja keras."     

Felia mencengkeram ujung baju milik Leo yang melekat di tubuhnya. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan yang entahlah, ia hanya merasa tidak pantas mendapatkan semua ini.     

Sedangkan Leo? ia sudah mengulas sebuah senyuman yang sangat manis. "Kalau begitu, bagaimana caranya supaya kamu terbiasa saja dengan semua ini, huh?" tanyanya dengan dengusan kecil yang terdengar jelas.     

Felia tampak berpikir, lalu selanjutnya menggelengkan kepala bersamaan dengan senyuman yang mengembang konyol. "Tidak tahu," ucapnya dengan nada renyah.     

Lagipula, memangnya mudah mengakses semua kemewahan saat Felia terbiasa dengan kesederhanaan? Tentu saja ini adalah perubahan besar yang terjadi selama dirinya hidup. Mungkin memang impian semua orang termasuk dirinya, tinggal di mansion megah dengan banyak maid sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Rasanya menjadi raja yang cukup bekerja, lalu semua keperluan sudah tersedia.     

"Kalau begitu, mari kita sarapan. Bara sudah membuatkan salad dan mungkin roti untuk sarapan kita." ucap Leo sambil membernarkan letak dasinya. Bahkan tanpa bantuan seorang wanita, ia bisa membingkai rapi dasi pada lingkaran lehernya.     

3 hari bersama Felia, 3 hari itu juga Leo merasakan kalau jatuh cinta tidak perlu hal yang fantastis untuk memiliki satu sama lain.     

Felia menganggukkan kepalanya, ia mulai melangkahkan kaki melihat Leo yang mulai berjalan duluan keluar dari kamar tamu ini. Jujur saja, ia sudah di kenal baik oleh para maid karena kejadian waktu itu. Bahkan, mereka tidak bertanya apapun tentang kembalinya ia ke mansion ini.     

Memang pekerjaan yang sopan dan penuh tata Krama adalah hal yang paling di perhatikan oleh seluruh keluarga bangsawan.     

"Tuan, apa nanti aku boleh bekerja?" cicitnya. Ia memberanikan diri untuk bertanya akan hal ini karena tiba-tiba saja teringat ucapan Azrell yang mengatakan padanya supaya tidak ada satupun tempat yang dapat memperkerjakan dirinya.     

Mereka mulai menuruni satu persatu anak tangga, masih dengan Leo yang memimpin jalan. "Tidak boleh, kamu sudah memiliki segalanya. Dan saya akan memenuhi segala kebutuhan hidup mu, mulai hari ini. Dan ya, nanti sore kita pergi ke pusat perbelanjaan untuk membelikan beberapa pasang baju, dalaman, skincare, dan terserah nanti pilih saja semau mu." ucapnya tanpa menolehkan kepala ke belakang, arah Felia tengah mengekori dirinya seperti anak ayam     

Mendengar ucapan Leo, tentu saja membuat Felia mendengus. Kemarin, mereka sempat mengambil barang-barang penting miliknya salah satunya kartu ATM. Tapi belum sempat mengatakan kalau keperluannya tetap menjadi tanggung jawab dirinya sendiri, laki-laki tersebut sudah mencegahnya dengan deretan kalimat yang tentu saja membuat argumentasinya kalah.     

"Itu berlebihan Tuan,"     

Mereka sudah berpijak pada lantai dasar, dan kini waktunya Leo untuk berhenti dan berbalik badan membuat wanita mungil yang sedaritadi mengekorinya ikut melakukan hal serupa. "Kamu berlebihan terus, sekali-kali bilang iya supaya kamu tahu bagaimana rasanya menerima tawaran dari seorang Leonardo Luis." ucapnya sambil memberikan tatapan yang teduh.     

Felia mengerjapkan kedua bola matanya, lalu menatap Leo seolah-olah dirinya paham dengan apa yang di maksud laki-laki itu. "Baiklah," ucapnya dengan sedikit terpaksa.     

Leo mengulas sebuah senyum yang menenangkan di pagi hari. Sudah beberapa tahun rumahnya tidak di tinggali berdua dengan seorang wanita, dan kini terasa sekali perbedaan pada hidupnya. Terasa lebih memiliki teman, ya walaupun mereka tidur pisah kamar supaya menghindari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.     

"Bagus, kalau begitu jangan banyak protes."     

Membalikkan tubuhnya, lalu berjalan kembali ke arah meja makan yang berdekatan dengan dapur. Mereka mulai duduk di kursi makan, saling berhadapan dengan piring yang sudah berisikan masing-masing English Breakfast. Jangan lupakan juga sudah ada salad dengan berbagai macam saus untuk pelengkapnya.     

Dalam diam, Felia memanjatkan puji syukur pada Tuhan untuk kenikmatan yang tersuguh pada pagi hari ini. Karena biasanya, ia hanya makan seadanya karena nanti kalau di tinggal makan dalam durasi lama, pasti akan membuat pekerjaannya semakin tertunda.     

"Kenapa diam? apa tidak suka dengan menu nya? kalau iya, saya akan menyuruh Bara untuk mengganti sarapan mu."     

Ucapan Leo tentu saja membuat Felia kembali pada dunia nyata setelah merenung beberapa detik. Ia mengalihkan tatapannya ke arah laki-laki yang berada di seberang dengan kedua manik mata mengerjap. "Apa? tidak, tentu saja tidak. Ini sudah lebih dari kata cukup, Tuan. Terimakasih atas hidangannya, selamat makan." ucapnya sambil mengambil pisau dan garpu untuk di genggam tangannya.     

Untung saja, jika Sam mengajak dirinya makan malam, pasti Tuan rumahnya itu mengajarkan bagaimana cara makan yang baik dan sopan tentu beserta dengan peralatan apa saja yang harus di gunakan. Dan ya, sepertinya ia belajar dengan sangat baik.     

Leo menatap Felia yang memang kalimat yang keluar dari dalam mulutnya kembali terdengar menggemaskan. "Sama-sama, makan dan habiskan." ucapnya. Ia mengikuti gerakan Felia yang segera menghabiskan makanannya.     

Mereka makan dalam diam, dengan Felia yang sibuk menundukkan kepalanya karena malu terus menerus di tatap oleh Leo dengan kedua mata yang terlihat sangat tajam namun memberikan kesan mempesona dan menawan.     

Setelah beberapa menit, sepertinya mereka sudah menyudahi sarapan dengan segelas susu hangat.     

"Kalai begitu, saya kerja dulu." ucap Leo sambil beranjak dari duduknya, lalu membenarkan letak jas dan menatap Felia dengan lembut.     

Sedangkan Felia? Ia sendiri yang setelah mengelap ujung bibirnya dengan serbet, langsung saja menganggukkan kepalanya. Rasanya seperti menjadi seorang wanita berkeluarga dengan raja yang memiliki segala-galanya.     

Ia ikut beranjak dari duduknya, lalu mengulas sebuah senyuman yang sangat manis. "Hati-hati di jalan, Tuan." ucapnya dengan lembut.     

Leo sempat mengerjapkan kedua bola matanya kala mendengar ucapan Felia. Jangan di tanyakan bagaimana suasana hatinya saat mendengar kalimat lembut, ia tidak pernah mendengarnya setelah sang mantan istri pergi. Dan kini, tunggu, kenapa dengan rongga dadanya yang berdesir?     

Menganggukkan kepalanya, Leo berdehem kecil supaya tidak terlihat salah tingkah. "Baiklah, saya langsung berangkat." ucapnya dengan nada bariton, mengulas senyuman.     

Felia yang melihat pergerakan Leo, ia segera berlari kecil ke arah laki-laki tersebut lalu memblokade jalan dengan tangan yang merentang. "Tunggu, Tuan!" serunya sambil menatap Leo dengan wajah lugunya.     

"Ada apa, Fe? apa ada sesuatu yang tertinggal?" tanya Leo, menghentikan langkahnya tepat di hadapan Felia.     

Entah apa yang Felia pikirkan saat ini, wanita tersebut langsung saja melangkahkan kakinya mendekati Leo.     

Cup     

Satu kecupan lembut menyentuh pipi kanan Leo.     

"Sekali lagi, hati-hati di jalan dan jangan tinggalkan jam makan karena kesibukan mu."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.